gravatar

MAKALAH FIQIH STIT RADEN WIJAYA MOJOKERTO


PERZINAAN
BAB I
PENDAHULUAN

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayangyang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menyampaikan agama yang hak memberpetunjuk ke jalan kebaikan kepada segenap manusia untuk penghidupan di duniadan keselamatan di akhirat.
Dalam masyarakat Indonesia berkembang bermacam-macamaliran yang berkenaan dengan masalah Fiqih. Mayoritas umat Islam di Indonesiamengakui bermadzhab Syafi’I, tetapi madzhab lain sedikit banyak ada pengaruhnyaterhadap umat Islam disini termasuk menentukan usia kehamilan, wali nikah, zinadan status anak zina dll.
Sebagai alat untuk mengantisipasi persoalan yang timbuldalam masyarakat, tidak hanya semacam ilmu saja yang diperlukan , tetapi cukupbanyak disiplin ilmu yang terkait dalam memecahkan masalah tersebut, umpamanyapengetahuan Bahasa Arab, Tafsir hadits, Ushul Fiqih dan lain-lain.
Dengan masalah ini mahasiswa punya bekal untuk belajarmemecahkan suatu masalah bila sudah lulus dan tujuan di masyarakat nantinya.Misalnya zina dan status anak zina yang akan kami bahas nanti.

A. LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat kita di Indonesia berkembang bahkantidak bisa dihitung dengan jari. Jumlah kompleks, tempat-tempat penampunganpelacuran baik yang izin maupun yang tidak sudah dibuka dengan terang-terangantermasuk di bawah jembatan, di tepi-tepi jalan raya bahkan di perguruan tingi sudah tdak tabu lagi dengan dapatjulukan ayam kampus yang disamakan statusnya dengan kupu-kupu malam yang ada ditepi jalan.
Dengan keterangan di atas akhirnya banyak anak yanglahir dan bingung mencari siapa ayah kandungnya dan anak ini dapat julukansebagai anak zina, yang akhirnya dikucilkan dari masyarakat yang dianggapsebagai naka haram.
Dengan demikian kami beserta kelompok ingin memcahkanmasalah ini sehingga anak hasil zina atau selingkuh bisa diterima di masyarakatluas dan berhak menjadi anggota masyarakat yang terhormat.


B. RUMUSAN MASALAH
1.      Kenapa banyak orang tuamelakukan perzinaan
2.      Bagaimana status anak zina itu
3.      Siapakah wali / perwalian darianak zina tersebut
4.      Siapakah yang berhak menjadiwali nikah bila anak zina tersebut akan menikah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Zina Dan Status Anak Zina
Zina menurut Al-Jurjani ialah :
ألوطأ فىقبل خال عن مللك وشبهة
“Memasukkanpenis (Zakar) kedalam vagina (farj) bukan miliknya (bukan istrinya) dan tidakada unsur subhat (keserupaan atas kekeliruan).
Dari definisi zina diatas, maka suatuperbuatan dapat dikatakan zina apabila sudah memenuhi dua unsur, yaitu :
1.      Adanya persetubuhan (sexualintercourse) antara dua orang yang berbeda jenis kelaminnya (heterosex)
2.      Tidak adanya keserupaan ataskekeliruan (syubhat) dalam perbuatan seks (sex act)
Dengan unsur pertama, maka dua orangyang berbeda kelaminya baru bermesraan nisalnya berciuman atau berpelukan,belum dapat dikatakan berbuat zina yang dapat dijatuhi hukuman had, berupa derabagi yang belum pernaha menikah, tetapi mereka bisa dihukum ta’zir yang bersifatedukatif.
Demikian pula melakukan inseminasibuatan dengan sperma atau ovum donor untuk memperoleh keturunan, maka menurutrumusan definisi Al-Jurjani tentang zina di atas, juga tidak bisa disebut zina.Sebab tidak terjadi sexual intercourse (persetubuhan) dalam inseminasi buatan.Namun menurut Mahmud Salfuf, inseminasi buatan ittu menurut hukum termasukzina, sebab hal itu mengakibatkan pencemaran kelamin dan pencampuran nasabpadahal islam sangat menjaga kesucian / kehormatan kelamin dan kemurnian nasab.
Dengan unsur kedua (syubhat) maka sexualintercourse yang dilakukan oleh orang karena kekeliruan, misalnyadikira“istrinya” juga tidak dapat disebut zina.
Kalau kita perbandingkan antara KUHPIndonesia dengan hukum pidana Islam mengenai kasus zina ini, maka kita dapatmelihat banyak perbedaan pandangan, antara lain :
1.      Menurut KUHP, tidak semuapelaku zina diancam dengan hukuman pidana. Misalnya pasal 284 (1) dan (2) KUHPmenetapkan ancaman pidana penjara paling lama 9 bulan bagi pria dan wanita yangmelakukan zina, padahal salah seorang atau kedua duanya telah kawin dan pasal27 BW berlaku baginya. Ini berarti bahwa pria dan wanita yang melakukan zinaitu belum / tidak kawin, tidaklah kena sanksi hukuman tersebut diatas, asalkedua-duanya telah dewasa dan suka sama suka (tidak ada unsur pemerkosaan).
Baru kalau ada unsur perkosaan atau wanitanya belumdewasa, dapat dikenakan sanksi hukuman (vide pasal 285 dan 287 (1)).
Sedangkan menurut hukum pidana islam, semua pelaku zinapria dan wanita dapat di ancam hukuman had. Hanya dibedakan hukumannya yaknibagi pelaku yang belum kawin diancam dengan hukuman dera (flogging) denganpukulan tongkat, tangan atau seperti (praktek di zaman Nabi danKhalifah-khalifah sesudahnya). Dera dengan cara apapun tidak boleh berakibatfatal bagi yang didera. Sedangkan bagi pelaku yang telah kawin diancam denganhukuman rajam (stoning to death) berdasarkan sunnah nabi. Adapun yangberpendapat bahwa pelaku zina yang telah kawin mendapat hukuman rangkap. Dera dahulukemudian rajam. Madzhab Dzahiri termasuk pendukung pendapat ini berdasarkanhadits nabi :
الثيب بالثيب جلدمائة والرجم (الحديث)
“pelaku zina yang telahatau pernah kawin itu did era 100 kali dan di rajam . (Al Hadits)
Dan juga berdasarkan pelaksanaan hukum dera dan rajam yang dilakukanoleh Khalifah Ali terhadap Syarahah Al-Hamdaniyah. Kemudian Ali menegaskan :
جلدتها بكتاب اللهورجمتها بسنة رسوالله
“Aku mendera dia (Syarakahberdsarkan kitab Allah (surat An-Nuur ayat 2) dan merajamnya dengan sunnahRasul”.
Mengenai wanita yang diperkosa diluar perkawinan tidak dikenakanhukuman tetapi bagi wanita di bawah umur (kurang dari 15 tahun, vide pasal 287KUHP) yang bersetubuh dengan pria tanpa unsur paksaan, dapat diancam denganhukuman menurut hukum pidana islam.

2.      Menurut KUHP, perbuatan zinadapat dituntut atas pengaduan suami / istri yang tercemar (vide pasal 284 (2)KUHP), sedangkan islam tidak memandang zina hanya sebagai klacht delict (hanyabisa dituntut atas pengaduan yang bersangkutan), tetapi dipandang nya sebagaidosa besar yang harus ditindak tanpa menunggu pengaduan dari yang bersangkutan,sebab zina mengandung bahaya bebas bagi pelakunya sendiri dan juga bagimasyarakat antara lain sebagai berikut :
a.      Pencemaran kelamin danpencemaran nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian / kehormatan kelamindan kemurnian nasab. Dan itulah sebabnya islam membolehkan seorang suamimenolak mengakui seorang anak yang dilahirkan oleh istrinya setelah terjadili’an dan terbuktianak tersebut hasil hubungan gelap istri dengan pria lain
b.     Penulatan penyakit kelamin(veneral desease) yang sangat membahayakan suami istri dan dapat mengancamkeselamatan anak yang lahir.
c.      Keretakan keluarga yangberakibat perceraian karena suami atas istri yang berbuat serong (zina) akanmenimbulkan konflik besar dalam rumah tangga.
d.     Teraniayanya anak-anak yangtidak berdosa sebagai akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab(para pelaku zina). Karena mereka terpaksa menyandang sebutan anak zina /jadah.
e.     Pembebanan pada masyarakat danNegara untuk mengasuh dan mendidik anak-anak teraniaya yang tidak berdosa itu,sebab kalau masyarakat dan Negara tidak mau menyantuni mereka, mereka bisamengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
3.      Menurut KUHP, pelaku zinadiancam dengan hukuman penjara yang lamanya berbeda (vide pasal 284 (10 dan (2)pasal 285, 286 dan 287 (1). Sedangkan menurut islam pelaku zina diancam hukumandera jika ia belum kawin dan diancam dengan hukuman rajam bila ia telah kawin.
Menurut penulis/penyusun, hukuman 100hari relatif lebih ringan dibandingkan dengan hukuman penjara seperti terdapatdalam KUHP, sebab pelaksanaan dera tidak boleh sampai berakibat fatal bagiorang yang didera, karena itu disarankan sasaran pukulan atau dera tidak hanyasatu bagian tubuh saja, melainkan berbagai bagian tubuh, kecuali bagian yangsangat rawan / berbahaya dan bagian yang sangat pribadi / terhormat.
Mengenai hukuman rajam (stoning todeath), yang berarti hukuman mati bagi pelaku zina yang telah kawin, karena sipelaku zina itu wajib menjaga loyalitas dan nama baik keluarga dan lagiperbuatan zina itu mengandung bahaya-bahaya yang besar bagi keluarganya,masyarakat dan Negara. Sedangkan hukuman dera yang relative ringan bagi pelakuzina yang belum kawin, karena pelaku masih hijau, belum pengalaman, maka denganhukuman dera itu diharapkan bisa member kesadaran kepadanya, sehingga ia tidakmau mengulang perbuatannya yang tercela.
Adapun tujuan hukuman menurut Hukumpidana Islam, ialah sebagai berikut :
1.      Untuk preventif, artinya untukmencegah semua orang agar tidak melanggar larangan agama dan melalaikankewajiban agama dengan adanya sangsi-sangsi hukuman yang jelas.
2.      Untuk represif artinya, untukmenindak dengan tegas siapa saja yang melanggar hukuman tanpa diskriminasi,demi menegakkan hukum (law entercemen).
3.      Untuk edukatif artinya, untukmenyembuhkan penyakit mental atau psikis dan memperbaiki akhlak pelakupelanggaran atau kejahatan agar insaf dan tidak mengulangi lagi perbuatannyayang jelek atau jahat.
4.      Untuk melindungi keamananmasyarakat atau Negara dan memelihara ketertiban dalam masyarakat.
Adapun anak zina adalah anak yanglahir diluar perkawinan yang sah. Sedangkan perkawinan yang diakui di Indonesiaialah : perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama nya dankepercayaannya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku UUno 1 Th. 1974. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah dariKUA untuk mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut hukum Islam.Sedangkan untuk meraka yang melakukan perkawinannya menurut hukum agama dankepercayaannya selain Islam, maka pencatatan perkawinan nya dilakukan olehpegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil PP No.0/1975 tentangpelaksanaan UU No.I/1974 tentang perkawinan.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal danayat-ayat tersebut diatas maka perkawinan penduduk di Indonesia yang dilakukanmenurut hukum Islam misalnya; tetapi tidak dicatat oleh pegawi pencatat dariKUA, atau perkawinan yang dicatat oleh pegawai pencatat dari kantor catatnsipil, tetapi perkawinan tersebut telah dilakukan menurut agama dankepercayaannya, maka perkawinan tersebut tidak sah menurut Negara. Anak yanglahir diluar perkawinan yang sah itu hanya mempunyai hubungan perdata denganibunya dan keluarga ibunya PP No.9/1974.
Menurut hukum perdata Islam, anak zinaitu suci dari segala dosa orang yang menyebabkan eksistensinya di dunia inisesuai dengan hadits nabi :
كل مولود يولد على الفطرة حتى يعرب عنه لسانه فأبواه يهودانه اوينصرانهأو يمجسانه (الحديث)
“semua anak Yang dilahirkan atas kesucian / kebersihan (darisegala dosa/noda) dan pembawaan beragama tauhid, sehingga ia jelas bicaranya.Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi, nasraniatau majusi (H.R. Abu Ya’la, Al-Tabrani dan Baihaqi dan al Aswad bin sari).
Berdasarkan firman Allahdalam surat Al- Najm ayat 38 :
žwr& âÌs? ×ouÎ#uruøÍr 3t÷zé& ÇÌÑÈ
“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosaorang lain”
Karena itu anak zinaharus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran, danketrampilan yang berguna untuk bekal hidup di masyarakat nanti. Yangbertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidupnya terutama ibunya yangmelahirkan nya dan keluarga ibunya.
Perlu ditambahkan bahwaanak yang lahir sebelum 6 bulan dari perkawinan, maka “sang ayah” berhakmenolak keabsahan anak itu menjadi anaknya, sebab masa hamil yang palingsedikit berdasarkan Al Qur’an surat Al Baqarah 233 dan surat Al Ahqaf ayat 15adalah 6 bulan . sedangkan masa hamil yang terlama dari dari orang wanita tiadanas yang jelas di dalam Al qur’an dan Sunnah :
Pendapat fuquhatentang masalah ini berbeda-beda antara lain :
1.       Menurut mazhab Zhahri perempuan hamil lamanya 9 bulan
2.       Menurut Muhammad bin Abdul Haham al Maliki 12 bulan (1tahun)
3.       Menurut Madzab Hanafi orang hamil lamanya 24 bulan (2tahun)
4.       Menurut Mazhab Syafi’i wanita hamil lamnya 48 bulan (4tahun)
5.       Menurut mazhab maliki wanita hamil lamnya 60 bulan (5tahun)
Perbedaan pendapattersebut disebabkan karena hanya didasarkan atas informasi dari sebagian wanitayang dijadikan responden, yang belum tentu mengerti ilmu kesehatan, khususnyatentang ilmu kandungan. Maka karena itu di mesir berdasarkan UU No 25 Th 1929pasal 15 menetapkan masa hamil paling lama setahun syamsiyah (365 hari) setelahmendengarkan pertimbangan dari para dokter yang juga ahli hokum Islam.
Menurut hemat penulis,pendapat Dzahiri adalah yang paling mendekati kebiasaan / pengalaman wanitahamil (berdasarkan realitas dan empirik).sedangkan hukum positif di mesir (1tahun) adalah untuk bersikap hati-hati atas kemungkinan adanya kehamilan yangcukup lama sekalipun langka. Kiranya sekedar untuk bersikap hati-hati, cukuplahkiranya masa hamil terlama menurut mazhab Dzahiri itu ditambah sebulan menjadi10 bulan tahun syamsiyah, demi menjaga kepastian hukum. Sebab norma hukum ituhanya mengatur dan menetapkan hal-hal yang umum bukan kejadian-kejadian yangjarang atau langka adanya.




BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.       Banyak orang melakukan perzinaan karena merasa tidakpuas dengan pelayanan sang istri, sedangkan poligami dipersulit.
2.       Anak lahir diluar nikah adalah tetap fitrah suci danharus diterima di masyarakat luar karena anak merupakan korban dari orangtuanya.
3.       Anak zina bila perempuan yang berhak menjadi wali bilanikah adalah hakim karena hanya punya nasab dari ibu dan keluarganya.
4.       Yang menjadi perwalian mereka adalah ibu dan tanggungjawab pemerintah bila ibu yang melahirkan nya tidak sanggup merwatnya.


DAFTAR PUSTAKA

H. Sulaiman Rosya, Fiqih Islam, Attahiriyah,Jakarta, 1976
Drs. H. Masjtuh Zuhdi, Masalil Fiqhiyah, PTMidas Surya Grafindo, Jakarta, 1997
Drs. Supiana, M.Ag, dan M. Karman, M.Ag, MateriPAI, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001
Dr. Yusuf Qordawi, Al Halal Wal Haram Fil Islam,PT Intermedia, Surakarta, 2003

Artikel Terkait by Categories



Widget by Uda3's Blog
Bagikan

Sorotan